Press Release
Banda Aceh, 14/8/2020. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh diminta untuk bersikap tegas dalam menyelesaikan beragam persoalan lingkungan hidup di Aceh, termasuk persoalan tumpahnya batubara milik PLTU 1-2 di Nagan Raya. Tidak hanya sebatas membuat penelitian dan kajian, tapi juga harus menghitung kerugian lingkungan akibat pencemaran batubara tersebut.
Mustahil jika tidak ada kerugian lingkungan dengan jumlah perkiraan mencapai 1000 ton batubara berada dalam perairan pantai desa Gampong Lhok, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya. Pasti ada kerugian lingkungan, misalnya dihitung berdasarkan dampak terhadap biota laut, tinggal DLHK Aceh mau tidak menghitung kerugian tersebut dan menuntut perusahaan untuk membayar kerugian itu. Jika langkah seperti ini dilakukan, diyakini akan menjadi efek jera terhadap perusahaan, tidak hanya untuk kasus di Nagan Raya.
Namun, jika hanya mengunjungi lapangan, menguji sampel, dan pendekatan pembinaan, yakinlah kasus yang sama akan terus terulang dan berdampak serius terhadap lingkungan, ekonomi warga, dan sosial budaya. DLHK harus tegas, jika perlu cabut izin lingkungan mereka.
Disisi lain, WALHI Aceh selaku anggota Komisi Penilai AMDAL (KPA) Aceh meminta kepada ketua KPA untuk tidak membahas/menilai addendum ANDAL dan RKL-RPL kegiatan PLTU 1-2 selama persoalan lingkungan hidup akibat tumpahan batubara belum mereka selesaikan.
Kasus ini tidak hanya selesai dengan pembersihan batubara yang tumpah, akan tetapi perusahaan juga punya kewajiban untuk memperbaiki dan mengganti rugi kerusakan lingkungan hidup. Maka dari itu, DLHK penting menghitung kerugian lingkungan, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam aspek pengawasan nantinya.
Eksekutif Daerah WALHI Aceh
Muhammad Nur, SH
Direktur