Press Release WALHI Aceh
Banda Aceh, 19/6/2020. PT. Rencong Pulp and Paper Industry (RPPI) diduga terus melakukan penebangan kayu ditengah kondisi pandemic Covid 19 dan protes masyarakat terdampak di Kabupaten Aceh Utara. Sejak diterbitkan izin, PT. RPPI kerap mendapatkan penolakan dan protes dari masyarakat. Salah satu dampak negative yang dirasakan oleh masyarakat adalah bencana ekologi banjir yang diduga faktor penyebabnya berhubungan erat dengan aktifitas PT. RPPI di kawasan hulu.
PT. RPPI memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dengan area kerja seluas 10.384 hektar (Ha), berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh dengan Nomor 522.51/569/2011, serta perubahan SK Nomor 522.51/441/2012, dengan jangka waktu selama 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 35 tahun. Secara umum, area izin PT. RPPI berada di kawasan hulu DAS Krueng Pase dan Krueng Mane sebagai penyedia air bagi 13 kecamatan, dari 27 kecamatan yang ada di Aceh Utara.
Kegiatan penebangan/pemanenan dilakukan diluar ketentuan hukum “Hutan Tanaman Industri”. Karena berdasarkan undang-undang kehutanan, usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan. Akan tetapi fakta dilapangan PT. RPPI melakukan pemanenan hutan alam. Kondisi ini juga menjadi bukti bahwa area izin berada dalam hutan produksi yang masih produktif, bukan pada hutan produksi yang tidak produktif sebagaimana ketentuan syarat izin untuk hutan tanaman industri.
WALHI mendesak Pemerintah Aceh untuk melakukan evaluasi dan peninjauan kembali izin PT. RPPI, bukan justru memberikan izin tebang ditengah beragam persoalan yang terjadi dilapangan. Desakan evaluasi ini telah lama disuarakan oleh masyarakat di Aceh Utara. WALHI Aceh juga mendesak DPRK Aceh Utara untuk segera membentuk Pansus terkait persoalan ini, sehingga apa yang dipersoalkan oleh masyarakat bisa diselesaikan dengan bijak. Karena selain persoalan diatas, hasil investigasi WALHI Aceh juga ditemukan banyak masalah lain, seperti tumpang tindih dengan lahan masyarakat, penerbitan izin diluar kewenangan, dan kehadiran PT. RPPI menjadi ancaman terhadap sumber air, satwa dilindungi, dan juga mengganggu wilayah kelola masyarakat.
Jika hasil evaluasi izin dan hasil kerja Pansus DPRK Aceh Utara ditemukan fakta-fakta pelanggaran dalam pemanfaatan izin oleh PT. RPPI, maka harus menjadi bahan pertimbangan bagi Gubernur Aceh untuk mencabut izin PT. RPPI sebagai dorongan masyarakat selama ini. Karena jika merujuk ke Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi Pasal 37 Hak Pengusahaan Hutan dicabut karena : (a). Pemegang hak tidak membayar kewajiban keuangan dibidang pemungutan hasil hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 25; (b). Pemegang hak merusak lingkungan atau merusak fungsi konservasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; (c). Pemegang hak memindahtangankan Hak Pemungutan Hasil Hutannya kepada pihak lain tanpa melapor sebelumnya kepadaBupati Kepala Daerah Tingkat II; atau (d). Pemegang hak mengambil hasil hutan yang tidak sesuai denganizin yang diberikan.
Eksekutif Daerah WALHI Aceh
Muhammad Nur
Direktur