Konsolidasi Masyarakat Sipil Aceh Menuju Revisi Qanun RTRWA

Press Release

Banda Aceh, 23/12/2019. Masyarakat sipil Aceh melakukan konsolidasi sebagai bentuk keseriusan dalam mengawal proses revisi Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) Tahun 2013 – 2033. Kegiatan konsolidasi yang diinisiasi oleh WALHI Aceh berlangsung pada 23/12/2019 di Banda Aceh, yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat sipil di 18 kabupaten/kota yang ada di Aceh.

Konsolidasi ini merupakan kegiatan lanjutan dari serangkaian agenda advokasi masyarakat sipil Aceh dalam mendorong revisi qanun RTRWA, yang mana qanun tersebut dianggap bermasalah baik secara prosedural maupun substansi. Selain melakukan advokasi litigasi pada tahun 2014, berbagai pemikiran positif pun telah disampaikan kepada pemerintah Aceh dalam lima tahun terakhir. Sehingga pada dalam rentan waktu 2018-2019 qanun tersebut dilakukan Peninjauan Kembali (PK) oleh pemerintah Aceh, dengan rekomendasi akhir qanun RTRWA dinyatakan harus direvisi dan Pemerintah Aceh juga telah membentuk tim revisi.

WALHI Aceh salah satu unsur masyarakat sipil yang dimasukan dalam tim PK dan tim revisi menginisiasi kegiatan konsolisasi masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan-masukan sekaligus bagian dari pengawalan proses revisi. Dalam kegiatan ini WALHI Aceh mengundang empat narasumber yang terdiri dari Kementerian ATR, Dinas PUPR Aceh, Akademisi, dan Kanwil BPN Aceh.

Muhammad Iksan, ST, MT, M.Eng, Sekretaris tim revisi menyampaikan bahwa tahapan revisi baru pada pembentukan tim, dan pegumpulan data awal. Ditargetkan tahun 2020 sudah masuk pada tahapan substansi, karena pada tahun tersebut juga harus dilakukan singkronisasi dengan 19 kabupaten/kota yang juga melakukan revisi qanun tata ruang ditingkat daerah.

Ibu Issana M. Burhan, ST., MUP selaku akademi memberikan beberapa catatan penting, seperti revisi qanun RTRWA harus mampu mengakomodir dan memastikan kebutuhan RTRW kabupaten/kota yang saat ini sedangkan dalam tahap PK menjadi bagian yang terintegrasi dengan RTRW provinsi.  Rencana struktur ruang, pola ruang, hingga pemanfaatan dan pengendalian ruang harus mencerminkan tujuan dan maksud penyelenggaran RTRWA, dan revisi qanun harus berorientasi dan berwawasan lingkungan. Proses revisi harus dilakukan secara partisipatif, namun pertanyaan kemudian melalui apa partisipasi itu dapat dilakukan oleh masyarakat.

Fahmi, ST.,M.Eng.,Ph.D Kasie Bina Kota dan Perkotaan Wilayah Sumatera Kementerian Agraria dan Tata Ruang, menyampaikan proses revisi qanun tata ruang bukanlah kegiatan “pemutihan”, tetapi harus disingkronkan dengan RPJP karena dua dokumen tersebut harus terintegrasi. Harus dipastikan seluruh rencana strategis termuat dalam usulan, dan yang terpenting setiap usulan baru harus evidence based bukan sebatas opini. Hal serupa juga disampaikan oleh Akhyar Tarfi, Kabid Penataan Pertanahan Kanwil BPN Aceh bahwa hal terpenting dalam pengaturannya nanti harus mengakomodir hak atas tanah yang telah diterbitkan selama ini.

Masyarakat sipil Aceh sepakat untuk mengawal proses revisi qanun tata ruang baik secara prosedural maupun muatan substansi pengaturan. Untuk itu, diharapkan kepada pemerintah Aceh untuk transparan dan terbuka kepada masyarakat sipil setiap proses revisi yang dilakukan, sehingga apa yang terjadi pada tahun 2013 tidak terulang kembali dalam proses revisi ini.

Banda Aceh, 23 Desember 2019

Eksekutif Daerah WALHI Aceh

Muhammad Nur, SH

Direktur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *